ZONA JABAR - Pemerintah secara resmi memutuskan untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025, yang hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
Barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 mengenai Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Nah, itu kategorinya sangat sedikit, limited, yaitu barang seperti private jet, kapal pesiar, dan juga rumah yang sangat mewah yang nilainya itu sudah diatur di dalam PMK mengenai PPN barang mewah nomor 15 tahun 2023," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa barang dan jasa mewah yang dikenakan tarif PPN 12 persen meliputi beberapa kategori, antara lain:
Pertama, kelompok hunian mewah seperti rumah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual minimal Rp30 miliar.
Kedua, kelompok balon udara, termasuk balon udara yang dapat dikemudikan, serta pesawat udara lainnya tanpa sistem tenaga penggerak.
Ketiga, peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara. Ini termasuk peluru dan bagiannya, tetapi tidak mencakup peluru senapan angin.
Keempat, kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40 persen, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga. Ini mencakup helikopter dan pesawat udara lainnya.
Kelima, kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara. Kategori ini termasuk senjata artileri, revolver, dan pistol.
Keenam, kelompok kapal pesiar mewah, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara atau angkutan umum. Kapal pesiar mencakup kapal ekskursi dan kendaraan air yang dirancang untuk pengangkutan orang, serta kapal feri dari semua jenis kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum. Begitu pula dengan yacht, yang dikecualikan untuk kepentingan negara, angkutan umum, atau usaha pariwisata.
Selain itu, Menteri Keuangan juga menambahkan bahwa tarif PPN 12 persen berlaku untuk kategori kendaraan bermotor yang sudah dikenakan PPnBM.
“Jadi itu saja yang kena 12 persen, yang lainnya, yang selama ini sudah 11 persen tidak ada kenaikan. Jadi mulai shampoo, sabun, dan segala macam yang sudah sering di media sosial itu sebenarnya tetap tidak ada kenaikan PPN,” katanya.
Selain kategori barang dan jasa mewah, Bendahara Negara menyampaikan bahwa tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya tetap 11 persen. Sementara itu, untuk bahan pokok, pemerintah memutuskan untuk membebaskan tarif PPN.
Barang-barang yang dibebaskan dari PPN meliputi beras, jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi jalar, ubi kayu, gula, hasil ternak, susu segar, unggas, hasil pemotongan hewan, kacang tanah dan kacang-kacangan lainnya, padi-padian, ikan, udang, serta biota laut lainnya seperti rumput laut.
Selain itu, beberapa jasa juga dibebaskan dari PPN, antara lain tiket kereta api, tiket bandara, jasa angkutan umum, angkutan sungai dan penyeberangan, jasa paket penggunaan besar tertentu, pengurusan transportasi (freight forwarding), jasa biro perjalanan, pendidikan, buku pelajar, kitab suci, kesehatan, pelayanan kesehatan medis baik oleh pemerintah maupun swasta, jasa keuangan, dana pensiun, serta jasa keuangan lainnya seperti pembiayaan, anjak piutang, kartu kredit, asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi.
Ia menyebutkan bahwa rincian aturan perpajakan ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan segera diterbitkan.
Selanjutnya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah telah menyediakan insentif sebesar Rp265,6 triliun melalui paket stimulus untuk masyarakat. Stimulus ini mencakup kebijakan Bantuan Pangan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) pada Januari-Februari 2025, serta diskon biaya listrik sebesar 50 persen selama dua bulan untuk pelanggan dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 VA guna mengurangi beban rumah tangga.
Stimulus lainnya termasuk PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk kendaraan listrik (EV), baik roda empat maupun bus tertentu, serta pembebasan Bea Masuk untuk EV CBU. Selain itu, insentif juga diberikan pada kendaraan bermotor hybrid, PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan, dan optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja yang terdampak PHK. Pemerintah juga memberikan diskon 50 persen untuk pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) pada sektor industri padat karya.
Bagi dunia usaha, khususnya UMKM, pemerintah memberikan perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen hingga 2025 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM, serta pembebasan PPh untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
"Kita berharap dengan kombinasi itu maka kondisi masyarakat akan jauh bisa diperbaiki, juga kondisi perekonomian, tekanan, dan juga tadi pertumbuhan ekonomi. Terutama untuk kuartal ke I-2025 bisa terjaga baik," tutup Menkeu.***
Posting Komentar