Perjuangan Masyarakat Desa Mayangan Untuk Atasi Abrasi yang Semakin Parah

 

ZONA JABAR - Gerakan menanam Mangrove di Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, tidak begitu saja hadir. Ini berawal dari kondisi Mayangan di mana air laut naik, sedangkan daratan turun mulai 2004.


Tokoh penanaman Mangrove yang juga bagian dari Wanadri, Mansyur mengatakan, terjadinya kondisi alam yang berdampak seperti itu tidak menutup kemungkinan ada dampak dari manusianya sendiri. Dulunya hutan, mangrove lebat dan daratan yang luas beralhir fungsi menjadi tambak.


"Berawal dari hal tersebut rekan-rekan dari Wanadri menggagas untuk menghijaukan kembali dengan gerakan kolaboratif yang melibatkan dari berbagai pihak. Wanadri membuat suatu gerakan kecil yang diinisiasi oleh angkatan yang sudah tua dan kegiatannya menanam dari masing-masing angkatannya Wanadri sebagai gerakan awal," kata Mansyur di Subang, Sabtu (12/10).


Dilanjut pada 2016, kata dia, kegiatan tersebut masih tetap berlangsung namun belum dapat berjalan secara optimal dikarenakan masih dibutuhkan proses yang lebih panjang.


Maka dari itu digagaslah suatu kegiatan yang bernama piagam pesisir yang merupakan kegiatan komitmen petahelix kolaboratif pengelolaan kawasan pesisir dan terpadu di Jabar dan ini menjadi awal mula beradanya Rumah Edukasi Mangrove. 


"Mayangan ini menjadi pusat untuk wilayah Subang utara. Jadi kegiatan ini bukan hanya ada di satu desa tetapi ada di 3 desa yaitu Legon Wetan, Mayangan dan Tegalurung," ujar Mansyur.


Mansyur mengungkapkan, gerakan penanaman tersebut tentu terdapat kendala. Sebab Wanadri tidak bisa berjalan sendiri. Oleh karena itu, dibentuklah program pemberdayaan kepada masyarakat khususnya kepada ibu-ibu dan nelayan bernama Pemuda Siput.


Pemuda Siput dibentuk pada 2022 bekerjasama dengan Biofarma. Kemudian terbentuklah 30 orang sebagai Pemuda Siput sebagai pemuda yang diikutsertakan untuk menjaga merawat lingkungan nya sendiri. Selanjutnya terdapat "PR" baru yang di mana di desa lain juga membutuhkan gerakan-gerakan tersebut.


"Eiger sudah berdonasi 10 ribu mangrove dan membina masyarakat di wilayah desa tersebut. Sehingga menjadi spririt bagi Wanadri untuk menjadi penggerak bersama dalam penanganan abrasi yang ada di Mayangan," ucapnya.


Mansyur menyebutkan, penanaman mangrove tersebut berdampak cukup baik dalam menangani air laut yang tinggi dan air rob. Musim barat laut sangat berpengaruh dengan tinggi nya air laut.


"Semenjak ditanam mangrove, ketika air naik hanya sebatas naik ke jalan saja dan untuk surut kembali membutuhkan waktu kurang lebih dua jam untuk surut kembali. Kondisi tersebut dirasa cukup baik ketika sebelum ditanam mangrove bahkan ketika dulu sampai debit air tinggi dan merusak rumah warga," paparnya.


Harapan jangka panjang, imbuh Mansyur, hutan mangrove hijau kembali, lalu gerakan kolaboratif ini dapat terus berlangsung.


Menurut Mansyur, abrasi tersebut mengikis wilayah sebanyak 1,2 km. Dikatakan juga menanam mangrove yang baik itu di dalam bukan di pesisir, kurang lebih dengan jarak 500 meter.


"Kalau menanam di pesisir akan cepat merusak pohon mangrove nya karena terkenah arus," katanya.


Dia menambahkan, di desa Mayangan kurang lebih sudah tertanam mangrove sebanyak 45 hektare dari total ratusan hektare. Total 10 ribu mangrove itu hanya untuk 1 hektar lahan. Itu juga tergantung kondisinya. 


"Sikap warga sebelumnya yaitu variatif ketika adanya kegiatan penanaman mangrove ini. Namun tidak menunutup kemungkinan ada warga juga yang ikut bergabung untuk kegiatan tersebut dengan sistem pembagian kelompok dan dibekali pembinaan," ujarnya. 


"Warga juga merasakan dampak yang signifikan pasca penanaman mangrove tersebut yaitu selain tertanganinya masalah abrasi dan mendongkrak daya ekonomi masyarakat sekitar," tutupnya.***(Rifqi Syeikh). 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama